Berbeda dengan masyarakat Jawa yang mas kawin untuk
pernikahannya bisa berupa uang atau perhiasan. Masyarakat di Kawasan Flores,
Adonara, Solor, Lembata-Kedang (Florata) menggunakan gading gajah atau bala
untuk mas kawin. Setiap pria yang ingin mempersunting gadis pujaannya harus
memiliki gading gajah sebagai syarat wajib sebelum disetujui sehingga
pernikahan bisa dilaksanakan.
Tradisi menggunakan gading gajah sebagai mahar sudah dijalankan
oleh penduduk di kawasan Florata.
Bagi mereka, gading gajah adalah benda yang berharga dan kadang dianggap
sebagai benda keramat sehingga harganya terus meroket. Berikut ulasan tentang
masa kawin (belis) gading gajah dalam pernikahan adat masyarakat Florata.
Asal-Usul
Gading Gajah di Flores
Penggunaan gading gajah untuk mahar atau belis di Florata mungkin terlihat aneh. Terlebih
di kawasan itu sama sekali tidak ada gajah yang hidup. Selama ini gajah hanya
hidup di kawasan Sumatra yang memiliki banyak hutan. Lantas dari mana gading
gajah itu bisa ada dan jumlah cukup banyak dan seperti tidak ada habisnya.
Dari beberapa penelusuran di Flores ditemukan
beberapa penjelasan tentang asal-usul dari gading gajah itu. Pada zaman
prasejarah kawasan Flores pernah digunakan sebagai tempat tinggal gajah purba.
Gading yang ada kemungkinan juga berasal dari fosil-fosil yang ditemukan.
Selain dari fosil, gading yang ada di sana juga konon di bawah oleh raja Sikka.
Pada abad ke-17, dia pergi ke Malaka yang masih dikuasai oleh Portugal. Saat
pulang, dia membawa banyak gading gajah yang akhirnya banyak diberikan kepada
tuan tanah dan bangsawan.
Banyaknya bala atau gading gajah yang
diperlukan untuk pernikahan bervariasi. Biasanya keluarga dari pria akan
melakukan negosiasi dengan keluarga wanita. Jika terjadi kesepakatan, pihak
keluarga pria akan datang lagi dengan membawa gading gajah dan pernikahan yang
diimpikan itu bisa segera dijalankan dengan meriah.
Perhitungan
Panga (Mahar)/ Mas Kawin Masyarakat Kedang
Dalam kehidupan Budaya Masyarakat Kedang, mengenal sebuah istilah panga atau dalam isitilah umum dikenal dengan sebutan mahar.
Untuk mengetahui nilai sebuah mahar masyarakat kedang tidak hanya melihat dari segi jumlah benda/objek tersebut tetapi memperhatikan berapa nilai yang terkandung di dalamnya. Hal ini tentu unik dan berbeda dengan budaya masyarakat lain di luar Kedang. Inilah yang menjadikan kedang itu unik baik dari segi bahasa maupun budaya.

Dalam perhitungan “Panga” /
Mahar, masyarakat Kedang hanya
mengenal angka yang terdiri dari 5 angka dasar yaitu 1 2 3 4 5 (Muna’,
Kasuen, Telun, Ka’apa’, Lemen) dan angka-angka yang lain merupakan
hasil penjumlahan dari angka dasar tersebut. Untuk dapat memahami dengan baik
maka hal dasar yang perlu dipahami adalah arti dan nilai dari muna’ , kasuen,
telun, ka’apak, dan lemen seperti diuraikan dalam tabel berikut:
Nama/Nilai
|
Muna’
|
Kasuen
|
Telun
|
Ka’apak
|
Lemen
|
|
Muna’
|
1
|
1
|
1+1
|
1+1+1 atau 1 + Kasuen
|
1+1+1+1 atau 1+Telun atau
Kasuen+Kasuen
|
1+1+1+1+1 atau 1+ ka’apak atau Kasuen + Telun
|
Kasuen
|
2
|
|||||
Telun
|
3
|
|||||
Ka’apak
|
4
|
|||||
Lemen
|
5
|
Sampai pada lemen atau
yang simbol 5 sebagai bagian pertama dari angka untuk terciptanya angka-angka
lain. Untuk dapat dengan mudah memahami penggunaan Lemen maka
hal dasar yang harus dipahami adalah bahwa Lemen memiliki
nilai yang terkandung didalamnya adalah muna’ leme atau
dalam simbol matematika dapat ditulis 1 Lemen sama dengan Muna’
5 sama halnya dalam perhitungan detik, menit pada
jam dimana 1 menit sama dengan 60 detik. Dalam tabel
berikut akan diuraikan untuk angka-angka selanjutnya, dimana oleh masyarakat
setempat menggunakan Lemen di tambah atau
dikalikan dengan 5 angka dasar pertama untuk memperoleh angka yang lainnya
Angka
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
11
|
|
Nilai
|
Lemen 1 + Muna’1
|
Lemen1 + Muna’ 2 atau Lemen 1 + Kasuen
|
Lemen 1 + Muna’3 atau Lemen 1 + Telun
|
Lemen + Ka’apak
|
Lemen 2
|
Lemen 2 + muna 1’
|
Dst....
|
Pada table tersbut perlu sebuah logika matematika dalam pendekatan kultur dan
budaya untuk bisa memecahkan simbol dan pemaknaan yang terkandung didalamnya
sebab sebuah kultur dan tradisi syarat akan nilai. Mari kita perhatikan secara
saksama 5 angka dasar tersebut diatas sebagaimana dianut masyrakat Kedang. Dalam susunan Muna’
Kasuen, Telun, Ka’apak dan lemen. Ka’ apak atau disimbol 4 merupakan bagian kecil
dari angka sedangkan lemen merupakan bagian pertama
angka sebagai dasar pembentukan angka selanjutnya hal ini dikarenakan
masyarakat Kedang mengenal sistem
perhitungan berbasis lima sama halnya masyarakat Babilonia dimana mengenal
sistem perhitungan berbasis 60 seperti yang kita kenal dalam perhitungan jam
sekarang. Dengan demikian angka leme a’pak (9)
dalam istilah bahasa Kedang dikarenakan
masyarakat Kedang mengenal sistem perhitungan berbasis lima sehingga angka bisa
menghasilkan angka sembilan hanya ada pada lemen dan ka’apa dimana
lemen adalah merupakan bagian
pertama dari angka sedangkan ka’apa
adalah bagian kecil dari angka.
Mari kita jaga keunikan yang ada di Budaya Kedang, sebelum akhirnya hilang ditelan zaman.
@leumara-01/10/2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar