Kain
atau lebih spesifik yang dikenal dengan pakaian adalah produk yang tidak pernah
berhenti dan selalu dikembangkan. Pakaian selalu dimodifikasi hampir setiap
hari untuk selalu mengikuti trend dan fasion yang ada. Kain merupakan
bahan sandang yang sangat-sangat dibutuhkan manusia saat ini, baik dari zaman
nenek moyang kita mereka telah lama mengenal kain. Disini kain yang dipakai
atau digunakan merupakan kain tradisional yang sudah turun temurun dipakai oleh
leluhurnya. Bahan yang digunakan juga berasal dari tumbuh-tumbuhan yaitu kapas
sedangkan pewarnanya digunakan juga dari tumbuh-tumbuhan yang menghasilkan
warna yang baik.
Motif tenun ikat Kedang ternyata cukup
sederhana, berupa garis-garis horizontal dengan diselingi motif geometris.
Walau motifnya sederhana tapi tetap indah karena warna-warnanya menarik. Untuk
menyelesaikan selembar kain, biasanya dibutuhkan waktu sekitar satu minggu
tergantung kerumitan motifnya.
Awal
mulanya Kain/Pakaian yang dipakai menggunakan kulit kayu (a’i ama’) dan
dedaunan. Kulit kayu dan dedaunan itu sendiri terus mengalami perubahan dan
modifikasi untuk dijadikan pakaian. Gebang( tebu’) adalah
sejenis pohon yang dimanfaatkan daunnya untuk dijadikan pakaian. Cara
pengolahannyapun mudah dimana daun tersebut mula-mula dikeringkan dari daun
gebang yang sudah kering selanjut dipisahkan antara kulit inti dengan kulit
ari. Kulit inti daun gebang (Te’bu’ lolon) ini selanjutnya
dipintal dan dianyam untuk dijadikan pakaian. Pakaian yang terbuat dari kulit
inti daun gebang merupakan fasion/mode baru saat itu dan bertahan cukup lama.
Walaupun demikian hal ini akhirnya tergantikan pula dengan ditemukan tanaman kapas. Ketika tanaman kapas ditemukan dan diolah menjadi pakaian maka daun gebang hanya dapat dijadikan sebagai tali. Walaupun proses pengolahan dari kapas untuk menjadi kain yang dapat dijadikan pakaian ada hal yang sulit namun tektur dan kelembutan dari bahan kapas lebih baik dan nyaman sebagai pakaian maka kapaslah bahan yang sangat sesuai sebagai bahan pembuatan kain/pakaian hingga saat ini.
Proses pembuatan kapas sampai menjadi kain merupakan sebuah rangkaian proses yang panjang.
1.
Mehar a’pe : Kapas terlebih dahulu dipisahkan dari biji
dan kotoran lainnya dengan cara digiling
dengan menggunakan alat giling.
2.
Panu’el : Kapas yang sudah dibersihkan
selanjutnya dipintal menjadi benang dengan menggunakan alat pintal.
3.
Tueng lelu : Proses pemintalan dengan alat khusus.
Kapas
yang sudah dijadikan benang selanjutnya dicelupkan untuk mendapatkan warna
tertentu. Bahan-bahan pewarnaan umumnya didapatkan dari alam diantara akar
mengkudu, daun nila, akar bakau, jambu biji, mangga dan masih banyak yang
lainnya. Namun demikian dengan menggunakan pewarnaan alami memiliki rangkaian
proses yang panjang dalam kurun waktu yang lama untuk bisa memperoleh warna
yang diinginkan, selain dari itu ketersedian variasi warna yang dapat
dihasilkan pewarna alam sangat terbatas serta ketersediaan bahan yang tidak
siap dipakai, hal-hal ini menjadikan hambatan tersendiri dalam penggunaan
pewarna alami.
Masuk pewarna buatan / sintetik dengan mudah menggantikan posisi pewarna alami. Hal ini dikarenakan pewarna buatan memiliki variasi warna yang cukup banyak serta bahan pewarna yang siap pakai dengan proses yang mudah namun demikian sangat berpengaruh dan merusak lingkungan sekitar dibandingkan dengan penggunaan warna alami.
Masuk pewarna buatan / sintetik dengan mudah menggantikan posisi pewarna alami. Hal ini dikarenakan pewarna buatan memiliki variasi warna yang cukup banyak serta bahan pewarna yang siap pakai dengan proses yang mudah namun demikian sangat berpengaruh dan merusak lingkungan sekitar dibandingkan dengan penggunaan warna alami.
Pada
awal mulanya benang-benang yang hasilkan langsung ditenun artinya pengetahuan
akan pewarnaan belum ada. Namun seiring dengan berjalannya waktu akhirnya
ditemukannya warna hitam sehingga kain-kain tenun yang ditemui saat itu adalah
kain yang berwarna putih dan hitam. Namun perjalanan warna berkembang begitu
cepat sehingga dengan cepat pula dihasilkan kain-kain/ sarung-sarung dengan
aneka variasi warna walaupun masih sangat terbatas.
1.
Mowaq
: aneka variasi motif.
2. Wela Garumba : motiv untuk satu sarung hanya ada pada dua
bagian yakni pada bagian atas dan bagian bawah sarung (wela)
3.
Wela Bitiq : motiv yang dihasilkan dengan cara diangkat
sama hal dengan menganyam.
4.
Nowin Ape : kain/sarung yang khusus dipakai oleh
laki-laki.
Untuk
motiv itu sendiri orang Kedang tidak memiliki ciri khsusus atau tepatnya
dibilang khas. Dominan motiv pada umumnya adalah motiv ruit, periuk tanah,
rusa, namun akhir-akhir ini sangat jarang ditemukan motiv-motiv tersebut. Motiv-motiv
saat ini sudah melampau batas budaya/cultur setempat, terkadang motiv yang
dibuat tergantung pada si pemesan. Hal ini tentu sangat berpengaruh pada
hilangnya sejarah motiv asli kedang itu sendiri. Walaupun kolaborasi/variasi
motiv yang dihasilkan saat ini masih memilki daya tarik seperti motiv garuda,
motiv ikan paus dan sebagainya namun motiv-motiv tersebut belum mencirikan ke
khasan tenun Kedang.
bolehkah tau profil atau nama penulisnya?
BalasHapus